Swadaya Tinggi, Bukit pun Didaki


Kegiatan lingkungan dalam program P2KP terkait pembangunan sarana dan prasarana lingkungan (infrastruktur). Pembangunan harus memiliki kontribusi langsung dalam penanggulangan kemiskinan. Masyarakat miskin perkotaan, kaum perempuan dan kaum rentan merupakan sasaran utama Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP), termasuk kegiatan lingkungan. Meski masyarakat belum banyak berperan secara aktif, kebutuhan mereka perlu difasilitasi dan dipenuhi, agar tingkat kehidupan menjadi lebih baik, sesuai dengan standar Indeks Pembangunan Manusia (IPM).

Ada banyak hal yang perlu diperhatikan agar pemanfaatan itu terjadi. Misalnya, menjaga kualitas sesuai dengan spesifikasi yang diberikan dengan usia (lifetime) pemanfaatan yang lebih panjang, minimal lima tahun. Pelaksanaan pre construction meeting (PCM) merupakan salah satu cara agar kualitas dan lifetime lima tahun bisa tercapai.

Swadaya merupakan bentuk partisipasi aktif masyarakat pemanfaat serta pemerintah daerah dalam wujud fisik dan non fisik. Umumnya, masyarakat lebih semangat menyumbangkan tenaga agar prasarana lingkungan, yang awalnya sulit terbangun, menjadi mungkin untuk dibangun. Keswadayaan mutlak dibutuhkan dalam proses pembangunan lingkungan, agar rasa memiliki menjadi tinggi.

Dukungan keswadayaan masyarakat dapat diwujudkan dengan memastikan kebenaran, menjaga dan memelihara sejak proses persiapan dimulai, hingga pelaksanaan serta pemanfaatannya. Kegiatan ini mutlak dilaksanakan oleh Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) serta Unit Pengelola Lingkungan (UPL) Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM), dengan dukungan masyarakat pengguna. Salah satu cara memastikan kebenaran pelaksanaan konstruksi ialah dengan memastikan terjadinya transparansi di seluruh proses pelaksanaan.

Setelah semua kriteria terwujud, maka pembangunan prasarana dan sarana tidak hanya diperuntukkan bagi segelintir pemanfaat, melainkan dapat digulirkan, sehingga mampu memfasilitasi seluruh wilayah desa/kelurahan. Kegiatan infrastruktur bergulir diharapkan dapat mengawali kembali proses dan kriteria di atas tanpa membebani masyarakat miskin, melainkan mampu memperluas area pemanfaatan agar standar IPM terpenuhi.

Untuk itu, warga Desa Batumbulan 1, Kutacane, Aceh Tenggara, rela membelah bukit secara manual. Berbekal bekqu dan grader, mereka melintasi bukit dan sungai demi penghidupan masyarakat Batumbulan 1 yang lebih baik. Bukit yang kini berubah menjadi jalan, merupakan sumber pendapatan desa.

Hasil pembangunan jalan baru akses ke perkebunan warga Desa Batumbulan I [Dok. Korkot 1 Aceh Tenggara, PNPM Mandiri Perkotaan]Membelah bukit rasanya merupakan pekerjaan yang sukar dilakukan. Namun, di Batumbulan 1, kegiatan membelah bukit benar-benar terjadi. Bukan tanpa alasan. Warga di wilayah tersebut bahu-membahu membelah bukit demi mendapatkan prasarana yang layak menuju mata pencaharian. Apalagi karena sebagian penduduk Desa Batumbulan 1 berada di daerah perbukitan. Permasalahan utama yang dirasakan adalah sulitnya transportasi menuju mata pencaharian.

Selama ini sebagian masyarakat mengandalkan cuaca dalam memenuhi kebutuhannya. Bayangkan saja, dari lokasi permukiman, sebagian warga harus menempuh medan yang terjal menuju lokasi mata pencaharian mereka. Waktu yang dihabiskan pun bisa sepanjang hari. Ditambah lagi, Desa Batumbulan 1 terdiri dari empat dusun, yang masing-masingnya memiliki jalur tempuh sulit. Kebutuhan akan adanya akses jalan yang lebih baik, mengilhami beberapa masyarakat untuk melakukan swadaya. Tentunya, rencana tersebut merupakan pekerjaan yang berat dan penuh tantangan. Apalagi, mereka menggunakan alat berat, seperti beqqu dan grader.

Sesuai dengan mekanisme pencairan dana dalam P2KP yang dibagi tiga tahap, pencairan dana untuk kegiatan buka lahan baru ini juga dilaksanakan dalam tiga tahap. Alat berat pada tahap pertama ini harus melewati lokasi jurang yang dalam, lereng terjal serta tanah bergelombang dan berbatu. Namun, kondisi ini tidak menyurutkan semangat warga.

Warga bersama BKM menghitung dan mempertimbangkan berbagai aspek—baik dari segi biaya, waktu maupun efisiensi pelaksanaan—akhirnya mereka sepakat, jalan yang semula diprediksi hanya selebar 2 meter dan panjang 25 meter, ternyata terpenuhi menjadi lebar jalan 3,5 meter dengan panjang 200 meter. Pada tahap ketiga, masuk tahap pemadatan secara manual, dengan dana yang diserap mencapai Rp 20juta, terdiri atas Rp 10juta dana BLM dan Rp 10juta swadaya, dalam bentuk materi dan non materi.

Koordinator BKM Lawe Sikap Abadi, yang juga terjun langsung dalam pekerjaan ini mengungkapkan, beberapa tahun lalu warga menyampaikan permintaan untuk kegiatan buka lahan baru ini. Bahkan, dilakukan beberapa kali survai oleh Dinas dan Satker Kutacane. Namun, tidak juga segera terealisasi. Begitu P2KP-PNPM Mandiri Perkotaan masuk ke wilayah tersebut, masyarakat sepakat memprioritaskan pelaksanaan pembukaan jalan.

Kini, dengan terbukanya jalanan, lahan-lahan tidur yang selama ini kering-kerontang, kini diolah kembali oleh masyarakat. Aneka tanaman seperti jagung, tanaman kebun masyarakat sudah mulai menghiasi lahan-lahan tidur tersebut. (Siti Khadijah, BKM Lawe Sikap/Abadi, Koordinator BKM Lawe Sikap, Batumbulan 1, Kutacane, Aceh Tenggara, PNPM Mandiri Perkotaan;

0 komentar:

Posting Komentar